Sinopis film A Beautiful Mind: Sebuah Kisah Tentang Skizofrenia



A Beautiful Mind: Sebuah Kisah Tentang Skizofrenia


Ada yang menarik dalam sebuah  acara yang dibawakan oleh Rosiana Silalahi pada  tanggal 25 Juli 2010 di sebuah stasiun TV . Tema yang di bahas adalah tentang Skizofrenia. Sebuah tema yang belum biasa dibicarakan dalam forum-forum umum di Indonesia selama ini. Dalam acara tersebut mereka yang mengalami Skizofrenia  banyak berbicara,  menjelaskan pengalamannya dan coba membongkar mitos-mitos yang tidak tepat tentang skizofrenia.

Penanganan Skizofrenia yang tidak tepat, misalnya lewat pemasungan,  justru menimbulkan dampak yang lebih buruk. Walaupun menurut kedokteran medis, penanganan skizofrenia  adalah melalui obat-obatan tetapi penanganan aspek psikologis dan spiritual (psikospiritual) adalah aspek yang paling penting untuk membebaskan atau mengurangi dampak dari skizofrenia.

Sinopsis Film A Beautiful Mind

Untuk memahami tentang Skizofrenia maka anda dapat menonton film A Beautiful Mind. Saya menyaksikan film ini sekitar setahun lalu. Mengisahkan seorang matematikawan peraih nobel dibidang ekonomi, bernama John Nash.

Film diawali saat John Nash masih menjadi seorang mahasiswa di perguruan tinggi ternama, Princeton. Sebagai mahasiswa, John termasuk unik. Dia tak suka belajar dikelas. Lebih suka belajar secara otodidak. Mencari dan mengamati sekitar demi mendapatkan ide kreativitasnya secara alami, untuk meraih gelar doktornya.

Namun tak banyak yang menyadari, John juga merupakan penderita skizofrenia. Suatu penyakit mental yang gejalanya antara lain, tak dapat membedakan antara halusinasi dan kenyataan, memiliki keyakinan yang salah/delusi, menarik diri dari pergaulan, serta kemampuan bersosialisasinya menghilang. Penyakit John ini semakin parah saat dia mulai bekerja di Wheller Defense Lab di MIT, sebuah pusat penelitian bergengsi.

Perubahan besar mulai terjadi saat John ditugaskan sebagai mata-mata oleh Pentagon. Dimana dia mulai terobsesi dan hidup jauh diambang normal, alias hanya dalam dunianya sendiri. Hal ini membuat sang istri menjadi nervous dan dilanda kecemasan. Adegan demi adeganpun bergulir cukup menegangkan.

Namun alur kisah berjalan apik dan cukup menguras emosi. Terutama saat sosok sang istri berada dibatas keputusasaanya saat mengetahui kondisi jiwa sang suami.

Ternyata pekerjaan sebagai mata-mata pentagon adalah sebuah ilusi dan bukan realitas sebenarnya. Inilah masalah terberat yang dialami para  skizofrenia, karena beberapa realitas yang mereka alami adalah sebuah ilusi.
Diperankan dengan sangat baik oleh aktor papan atas Russel Crowe sebagai John Nash, dan Jennifer Conelli sebagai istrinya. Film ini patut ditonton karena menambah pengetahuan kita, bagaimana perjuangan seorang skizofrenia dalam mengatasi situasi dirinya. Terutama efek penyakit yang diderita terhadap orang-orang disekelilingnya.

Penderita skizof sebenarnya menyadari keganjilan-keganjilan dirinya, meski tak mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Digambarkan pula bagaimana orang-orang terdekatlah yang diharapkan mampu menjadi pilar utama kesembuhanya. Karena seorang skizof pada dasarnya sangat membutuhkan pengertian mendalam orang-orang dekatnya, agar mampu meyakini dirinya bahwa dia bisa sembuh. Namun terapi medis juga tetap diperlukan agar kesembuhan mencapai tarafnya kearah yang lebih baik.

Meskipun tak semua penyakit skizofrenia mudah disembuhkan dalam hitungan setahun dua tahun, melainkan bertahun-tahun lamanya, namun lewat film ini kita sebagai manusia normal sepatutnya tak langsung menganggap bahwa penderita skizofrenia adalah penyakit gila turunan atau penyakit yang hanya diderita oleh orang-orang tertentu saja. Karena dengan situasi mental yang rapuh dan stimulan otak alam bawah sadar yang tidak singkronisasi dalam aliran energinya, penyakit ini bisa menyerang siapapun.. Film produksi tahun 2001 ini dengan sangat jelas menggambarkan semua itu.

Film ini adalah hasil saduran dari buku biografi karya Sylvia Nassar, untuk mengenang John Nash.

Film ini diakhiri dengan adegan John Nash ketika menerima hadiah Nobel di Swedia pada tahun 1994 untuk teori ekulibriumnya yang banyak berjasa pada teori-teori ekonomi.

Ia menutup penganugerahan tersebut dengan mengatakan: “Aku selalu percaya akan angka. Dalam persamaan dan logika, yang membawa pada akal sehat. Tapi setelah seumur hidup mengejar, aku bertanya, apa logika sebenarnya? Siapa yang memutuskan apa yang masuk akal? Pencarianku membawaku ke alam fisik, metafisik, delusional. Telah kudapatkan penemuan penting dalam karirku, hidupku. Hanya dipersamaan misterius cinta, alasan logis bisa ditemukan”.


Analisis Film:

Dari hasil sinopsis diatas, seseorang dapat dikatakan mengalami atau menederita skizofernia paranoid apabila memenuhi sintom-sintom sebagai berikut:

  1. Adanya delusi atau waham, yakni keyakinan palsu yang dipertahankan.

    Waham Kejar (delusion of persecution), yaitu keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu sedang mengancam atau berencana membahayakan dirinya. Waham ini menjadikan penderita paranoid selalu curiga akan segala hal dan berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan, diikuti, serta diawasi.

    Dalam film ini, Nash selalu merasa diikuti oleh agen rahasia. Agen ini selalu mengikuti Nash kemanapun ia pergi termasuk ke tempat ia mengajar.

    Waham Kebesaran (delusion of grandeur), yaitu keyakinan bahwa dirinya memiliki suatu kelebihan dan kekuatan serta menjadi orang penting.
    Nash menganggap dirinya adalah pemecah kode rahasia terbaik dan mata – mata/agen
    rahasia.

    Waham Pengaruh (delusion of influence), adalah keyakinan bahwa kekuatan dari luar sedang mencoba mengendalikan pikiran dan tindakannya.
    Waham pengaruh ini terlihat pada saat adegan Nash mengiris pergelangan tangannya yang menurutnya di dalam tangannya tersebut terdapat kode rahasia.

  2. Adanya halusinasi, yaitu persepsi palsu atau menganggap suatu hal ada dan nyata padahal kenyataannya hal tersebut hanyalah khayalan.

    Dalam film ini, Nash mengatakan bahwa ia mempunyai teman sekamar yang bernama Charles Herman serta keponakannya yang bernama Marcee, serta ia juga merasa selalu diikuti oleh agen rahasia yang bernama William Parcher.

  3. Gejala motorik dapat dilihat dari ekpresi wajah yang aneh dan khas diikuti dengan gerakan tangan, jari dan lengan yg aneh dan juga dapat dilihat dari cara berjalannya.

    Dalam film ini, bisa dilihat bagaimana gaya berjalannya Nash. Pada saat berjalan Nash agak membungkuk dan juga bisa terlihat pada saat Nash berkenalan dengan teman-temannya.
  4. Adanya gangguan emosi.

    Gangguan emosi ini terlihat pada saat Nash menggendong anaknya yang masih bayi. Nash tidak merespon pada saat anaknya menangis.
  5. Penarikan sosial (social withdrawl), pada umumnya tidak menyukai orang lain dan menganggap orang lain tidak menyukai dirinya sehingga dia hanya memiliki sedikit teman.

    Withdrawl Nash terlihat dari Nash yang tidak mempunyai teman pada saat ia sekolah. Ia lebih suka menyendiri di kamar dan perpustakaan dan ia juga mengatakan bahwa ia tidak terlalu suka berhubungan dengan orang lain.  Nash hanya mempunyai teman khayalannya yang bernama Charles Herman.


3 Komentar untuk "Sinopis film A Beautiful Mind: Sebuah Kisah Tentang Skizofrenia"

Postingan menarik min :)

Postingan yang menarik sob ,makasih buat postnya :)

= > Silahkan berkomentar sesuai artikel diatas
= > Berkomentar dengan url ( mati / hidup ) tidak akan di publish

 
Copyright © 2014 48 koleksi - All Rights Reserved
Template By Catatan Info